Memory

Memory
Rev. Sihotang

Jumat, 24 Mei 2013

Renungan


I Samuel 17:40-58
45Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. (I Samuel 17:40-58)

Berani di Dalam Tuhan
Istilah “Daud versus Goliat” dalam dunia olahraga, dipakai untuk menunjuk pada suatu pertandingan yang tidak seimbang antara 2 orang atau 2 tim yang sedang bertanding, baik dari segi kekuatan maupun prestasinya. Tim yang lemah adalah Daud, sedangkan yang kuat adalah Goliat. Kita ambil contohnya pertandingan sepakbola, Indonesia versus Uruguay. Dalam hal ini Indonesia adalah Daud, sedangkan Uruguay adalah Goliat. Dengan kekuatan dan prestasi yang tidak seimbang, diharapkan Indonesia bisa mengalahkan Uruguay, layaknya Daud mengalahkan Goliat. Sebagai tim yang tidak diunggulkan, Indonesia harus mengeluarkan segala kemampuannya untuk dapat mengalahkan Uruguay. Dibutuhkan motivasi yang lebih untuk dapat mengalahkan lawannya.
Ketika Daud tiba di daerah pertempuran orang Israel dengan orang Filistin, orang Israel sedang dilanda ketakutan. Tidak ada seorang pun yang berani menghadapi Goliat yang tingginya kira-kira 3 meter, yang mengancam dan menantang orang Israel untuk bertarung dengannya. Daud yang saat itu masih sangat muda dan belum berpengalaman, dengan berani menjawab tantangan Goliat dan maju menghadapinya. Awalnya, Goliat menertawakan dan meremehkan kehadirannya, sebab Daud hanya membawa ketapel dengan 5 buah batu sebagai pelurunya. Namun ada satu hal yang tidak dilihat oleh Goliat yang dibawa oleh Daud, yaitu Daud mendatangi Goliat dengan nama “TUHAN semesta alam!”
Saudaraku, mengajarkan kepada kita bagaimana caranya menghadapi tantangan hidup. Seringkali kita merasa tidak mampu mengalahkan tantangan itu dan menyerah. Hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri, tentulah tidak cukup, sebab kekuatan kita sangat terbatas sifatnya. Kita memerlukan pertolongan “TUHAN semesta alam!” yang menguatkan kita.

1.       Apakah yang menjadi senjata Daud mengalahkan Goliat?
2.       Apakah anda kita mengandalkan Tuhan berhadapan dengan lawan atau masalah yang besar dalam hidup mu?
  
Pokok Doa : Mengandalkan Tuhan dalam hidup

Kamis, 23 Mei 2013

Kesehatan


Manfaat Sirsak dari Akar hingga Buah

PEMANFAATAN buah sirsak sebagai obat-obatan sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Secara turun temurun sirsak telah digunakan sebagian masyarakat Indonesia untuk mengobati beberapa penyakit. Masyarakat di Sunda (Jawa Barat) misalnya, menggunakan buah sirsak yang masih muda untuk obat penurun tekanan darah tinggi. Sedangkan masyarakat Aceh menggunakan buah sirsak sebagai obat penyakit hepatitis dan daunnya untuk mengobati sakit batuk. Sementara di daerah Sulawesi Selatan, daun sirsak bisa digunakan untuk penurun panas. Bahkan saat ini sudah ada dokter dan para herbalis yang meresepkan daun sirsak untuk mengatasi beberapa penyakit .
Tidak hanya di dalam negeri, di banyak negarapun sirsak tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk obat dan pestisida alami. Yang ini lebih hebat lagi, hasil penelitian The National Cancer Institute tahun 1976 menunjukkan daun dan batang sirsak mampu menyerang dan menghancurkan sel-sel kanker.
Lina Merdiana, peraih penghargaan Traditional Medicine Award pada 2002 dari Forum Sarjana Award (FORSA) dan Juwita Ratnasari, sarjana pertanian IPB dengan program studi hortikultura, yang kini tengah melanjutkan studi pascasarjana itu mencermati banyaknya khasiat tanaman sirsak baik dari mulai daun, batang hingga buahnya. Soal itu dituangkan dalam bukunya berjudul : "Ramuan dan Khasiat Sirsak". Buku tersebut karya keempat Lina. Sebelumnya ada yang berjudul "Mencegah dan Mengobati Kanker pada Wanita; Ramuan dan Menu untuk Meningkatkan Gairah Sekseual; dan Ramuan Tradisional untuk Kesuburan Suami Istri", yang diterbitkan oleh Penebar Swadaya. Lina dan Juwita mengupas secara gamblang tentang manfaat dan kegunaan tanaman sirsak, di mana untuk buahnya dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan.
Di Indonesia buah sirsak bisa dibuat dodol. Sedangkan di Filipina buah sirsak muda beserta bijinya yang masih lunak dapat digunakan sebagai sayuran. Sementara suku Indian di Amerika Serikat selama berabad-abad telah menggunakan berbagai bagian dari pohon sirsak termasuk daun, kulit dan akar, buah serta bijinya untuk obat penyakit jantung, asma, gangguan hati dan arthritis.

Obat dan pestisida alami Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) , menurut penulis, tanaman sirsak diklasifikasikan sebagai anggota famili Annonacea dengan nama ilmiah A.macrocarpa, A.bonplandiana, A. Cearensi dan Guanabanus muricatus. Tanaman sirsak ini berkerabat dekat dengan srikaya. Tanamana tropis yang buahnya memiliki aroma dan rasa khas ini, di berbagai negara dikenal dengan nama thurian thet (Thailand), guayabano (Filipina ), graviola (Brazil ), guanabana (Spanyol) dan stachelannone (Jerman ) serta dalam bahasa Inggris disebut soursop karena rasanya yang manis keasaman. Sirsak selain sebagai bahan pangan juga bisa dimanfaatkan untuk obat dan pestisida alami. Mengkonsumsi 100 gram daging sirsak dapat memenuhi 13 persen kebutuhan serat pangan harian. Buah yang kaya senyawa fitokimia itu, selain dapat meningkatkan selera makan juga untuk pengobatan nyeri pinggang, penyakit wasir (ambeien) dan juga batu empedu. Selain kandungan air, zat gizi yang terbanyak dalam sirsak adalah karbohidrat, salah satunya adalah gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) dengan kadar 81,9 - 93,6 persen dari kandungan gula total.

Vitamin yang paling dominan adalah vitamin C sekitar 20 miligram per 100 gram daging buah sirsak. Kandungan lemaknya sangat sedikit hanya 0,3 g/100 g. Selain kaya serat pangan (dietary fiber) yakni mencapai 3,3 g/100 g daging buah, yang dibutuhkan dalam proses pencernaan, juga kadar sodium (natrium) rendah hanya 14 mg/100 gram. Tetapi tinggi potasium (kalium) yakni 278 mg/100 gram.
Perbandingan yang tinggi ini, penulis menuturkan sangat baik untuk pencegahan penyakit hipertensi. Daun hingga akar Menurut Juwita, yang juga telah menulis berbagai buku "Galeri Tanaman Hias Daun, Galeri Tanaman Hias bunga dan Kuliah Kelas Bisnis Lancar " itu, dari daun hingga akar tanaman sirsak, semua berkhasiat untuk obat. Daun sirsak banyak mengandung zat antara lain annocatacin, annocatalin, annohexocin, annonacin dan gigantetronin. Secara tradisional biasa digunakan antara lain untuk mengobati abses, asma, bronkitis, batuk, diabetes, demam, gangguan empedu, jantung hipertensi, gangguan pencernaan , reumatik hingga tumor.

Sementara bunganya juga bisa untuk obat pengobatan bronkitis dan batuk. Buahnya untuk obat diare, maag, disentri, demam, flu dan menjaga stamina. Sedangkan bijinya untuk mengobati parasit kulit, sebagai obat cacing dan sudah banyak digunakan untuk insektisida. Kulit batang pohon sirsak antara lain mengandung atherosperimne, murin dan solamine, yang biasa digunakan untuk pengobatan asma, batuk, hipertensi dan obat penenang serta kejang.Sedangkan akarnya paling banyak mengandung zat di antaranya annocotacin, annomontacin, muricatin serta reticulatacin. Akar sirsak ini bisa untuk obat penenang dan mengobat kejang-kejang serta diabetis. Khusus diabetis yang digunakan adalah kulit akarnya.
Dalam bukunya yang sudah memasuki cetakan ke enam selama 2011 itu, baik Lina maupun Juwita mengupas secara gamblang tentang manfaat dari tanaman sirsak, hingga cara-cara menanam dan merawat tanaman serta pemaparan sejumlah ramuan herbal, tehnik meramu dan cara  penggunaannya. (Dikutip dari: Ant /BEY)

Renungan


Matius  10:16-33
(16) "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Katakombe
Pada tahun 162 Masehi, Marcus Aurelius Antonius, Kaisar Roma saat itu, menganiaya orang-orang Kristen begitu hebatnya. Orang-orang Kristen diburu, dianiaya, dan dipaksa untuk menyangkal imannya kepada Kristus. Praktis orang Kristen tidak dapat secara bebas menjalankan ibadah kepada Kristus. Menyiasati hal tersebut, orang Kristen tidak kehilangan akal. Mereka membangun  gereja bawah tanah, dan terciptalah ruang bawah tanah di bawah kota Roma, katakombe (Roman Catacombs).
Apa itu katakombe? Bentuknya mirip sebuah gua besar dengan banyak lorong. Pada dindingnya terdapat ceruk-ceruk yang disebut loculi. Di tiap dinding ada sekitar 20-30 ceruk dari atas ke bawah. Ceruk-ceruk itu tempat meletakkan jenazah umat beriman. Setiap ceruk bisa diisi 2-3 jenazah, lalu ditutup dengan batu atau marmer. Selain sebagai makam, katakombe dipakai oleh orang Kristen untuk melayani Kristus dengan cara mengadakan kebaktian di bawah tanah. Dan hal ini mereka lakukan untuk menghindari penganiayaan tentara Roma dan mempertahankan imannya. Dapat diakatakan, kehidupan orang kristen mula-mula terdiri atas 2 hal: doa dibawah tanah dan penganiayaan di atas tanah.
Dalam nasehatnya kepada para murid, Yesus menubuatkan penganiayaan yang akan datang menimpa orang-orang Kristen. Menghadapi pemerintah yang lalim, orang Kristen tetap menjadi umat Allah yang lembut, yang bergantung penuh pada Tuhan dan mengikuti Kristus, Gembala surgawi mereka. Namun, di dalam kelemah-lembutannya itu, orang Kristen harus cerdik seperti ular, atau lebih tepatnya secara bijaksana dalam menyebarkan Injil. 
Saudaraku, dalam sejarah kekristenan, penghambatan dan penindasan telah dialami orang percaya dalam bentuk yang beragam. Hingga saat ini, penghambatan itu tidak berhenti bahkan semakin menghebat. Banyak kasus yang menjadi contoh tindakan intoleransi yang terjadi kepada saudara-saudara kita di banyak tempat di negeri ini yang dihambat dan dilarang untuk memuji Tuhan kita, Yesus Kristus. namun, bagaimanapun hebatnya penganiayaan itu terjadi, orang kristen tetap menjalankan panggilannya, dengan cara yang cerdik bertahan di tengah penindasan yang dialami. 

1.       Apakah yang akan dialami para murid karena mengikuti Kristus?
2.       pernahkah anda bertindak secara cerdik dalam memberitakan Injil?

Pokok Doa: Orang Kristen yang hidup dalam penindasan   

Rabu, 22 Mei 2013

Gereja dan Masyarakat


Gereja di Tengah Arus Globalisasi
Disusun oleh: Pdt. R. E. Sihotang,S.Si

Globalisasi bukan hanya masih berada di luar jendela rumah kita namun globalisasi sudah masuk dalam rumah kita mewarnai hampir setiap dimensi dari gaya kehidupan kita. Suka tidak suka, mau tidak mau proses globalisasi akan terus berpengaruh dalam kehidupan kita.
Tidak ada orang yang imune (kebal) --termasuk gereja di Aceh Tenggara-- dari dampak globalisasi, kecuali dia hidup ditengah-tengah belantara hutan tidak bersinggungan dengan dunia luar. Untuk menggambarkan keadaan dunia saat ini Anthony Giddens ahli sosiologi berkebangsaan Inggris menggunakan sebuah metafor Juggernaut (truk atau panser raksasa). Menurutnya laju perkembangan era modern saat ini digambarkan seperti berikut:
Kehidupan kolektif modern ibarat panser raksasa yang tengah melaju hingga taraf tertentu bisa dikemudikan, tetapi juga terancam akan lepas kendali hingga menyebabkan dirinya hancur-lebur. Panser raksasa ini akan menghancurkan orang yang menentangnya dan meski kadang-kadang menempuh jalur yang teratur, namun ia juga sewaktu-waktu dapat berbelok ke arah yang tak terbayangkan sebelumnya (Ritzer dan Goodman 2003:553).
Untuk itu sangat beralasan jika kehidupan modern ini  digambarkan sebagai sebuah: “dunia yang tak terkendali” atau runaway world dan tidak ada orang yang kebal terhadap dunia seperti ini. Setiap orang akan dipaksa masuk dalam dunia yang tak terkendali ini. Globalisasi merupakan proses yang tak terelakkan (inevitable), niscaya, atau bahkan tak dapat dibalikkan (irreversible).
Karena tidak ada orang yang imune terhadap globalisasi maka sosok globalisasi tersebut perlu untuk dipelajari, dikaji sehingga kita bisa melihat sisi positif maupun sisi negatif yang dihasilkan oleh proses yang diberi nama dengan globalisasi tersebut. Tulisan singkat ini membahas tiga hal penting yang berkaitan dengan globalisasi: pertama, mendefinisikan istilah globalisasi; kedua, melihat trend-trend atau kecenderungan-kecenderungan yang muncul dalam arus globalisasi; dan ketiga, bagaimana orang Kristen menyiasati hidup ditengah-tengah arus globalisasi.
·         Apa itu Globalisasi?
Istilah dan wacana tentang globalisasi sering kita dengar dan sering juga membingungkan. ‘Globalisasi’ telah menjadi sebuah istilah populer di tengah-tengah kehidupan kita. Namun tidak sedikit orang yang salah memahami makna istilah globalisasi. Realitas semacam ini tentunya bisa diterima mengingat tidak ada definisi monolitik terhadap istilah globalisasi.
Globalisasi adalah sebuah keadaan ketika “ruang” dan “waktu” tidak penting lagi, atau menjadi relatif (Wibowo 2000:29). Sekat-sekat, batas-batas jarak ruang dan waktu dalam era globalisasi hampir tidak ada artinya lagi. Kejadian di suatu tempat langsung bisa dilihat ditempat lain, kejadian disatu belahan dunia bisa mengundang reaksi secara cepat di belahan dunia lainnya. Jarak antar negara menjadi dekat, jarak antar bangsa menjadi semakin tidak ada. Peristiwa yang terjadi di negara lain seakan-akan terjadi di kampung sebelah.
Karena jarak antar negara dan bangsa semakin tidak ada maka tingkat ketergantungan antar negara juga semakin menjadi kuat, demikian juga dengan pengaruh antar satu negara dengan negara lain juga menjadi lebih tampak.
Sebagaimana diungkapkan oleh Wibowo bahwa: “fenomena globalisasi adalah proses berhubungan (interconnectedness) seluruh pelosok bola dunia pada tingkat extensity, intensity, velocity, dan impact yang luar biasa yang belum pernah ada sebelumnya”. Krisis di Timur Tengah dampaknya bisa dirasakan sampai di Indonesia. Perubahan ekonomi di Jepang akan berimbas pada perekonomian di Indonesia. Maka pantas jika pada masa sekarang dunia sering diumpamakan dengan sebutan kampung global (global village). Tak ada kejadian di planet kita yang hanya berpengaruh terbatas pada situasi lokal, semua temuan, kemenangan, dan bencana mempengaruhi seluruh dunia.
Dengan hampir menghilangnya batas ruang dan waktu ini bukan disebabkan ukuran dunia menjadi kecil, tetapi terutama karena kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi maka membuat dunia yang berjarak itu menjadi tidak berarti. Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah mengintegrasikan seluruh wilayah dalam jejaring tunggal. Waktu dan ruang seakan-akan semakin dipadatkan atau diciutkan. Jarak tempuh lintas antar negara bahkan antar benua semakin lama semakin pendek seperti jarak satu kampung dengan kampung lainnya. Dalam satu hari seseorang bisa memasuki berbagai wilayah budaya, bahasa, bahkan wilayah negara. Bukanlah hal yang mengeherankan jika ada orang yang sarapan pagi di Medan, makan siang di Surabaya, dan makan malam di Jayapura pada hari yang sama.
Situasi seperti inilah yang menyebabkan orang selalu mengasosiasikan globalisasi dengan pengepresan dunia atau pengecilan dunia. Di dalam pengecilan dunia tersebut peran Barat pada umumnya dan Amerika pada khususnya sangat dominan sehingga sering juga globalisasi dikaitkan dengan Amerikanisasi.
Pengaruh Amerika ini paling gampang dilihat adalah menjamurnya jenis makanan cepat saji (fast food) yang dikonsumsi orang-orang Amerika di berbagai penjuru bagian dunia termasuk Indonesia misalnya McDonald’s. Keadaan ini memunculkan sebuah mitos bahwa melalui proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau
etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.
Setidaknya ada lima kategori pengertian globalisasi. Kelima kategori tersebut berkaitan satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang khas. Adapun kelima kategori tersebut sebagai berikut:
1. Globalisasi Sebagai Internasionalisasi
Dengan pemahaman ini, globalisasi dipandang sekedar ‘sebuah kata sifat (adjective) untuk menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara.’ Ia menggambarkan pertumbuhan dalam pertukaran dan interdependensi internasional. Semakin besar volume perdagangan dan investasi modal, maka ekonomi antar-negara semakin terintegrasi menuju ekonomi global di mana ‘ekonomi nasional yang distingtif dilesap dan diartikulasikan kembali ke dalam suatu sistem melalui proses dan kesepakatan internasional.

2. Globalisasi Sebagai Liberalisasi
Dalam pengertian ini, ‘globalisasi’ merujuk pada ‘sebuah proses penghapusan hambatanhambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang ‘terbuka’ dan ‘tanpa-batas.’ Mereka yang berpendapat pentingnya menghapus hambatan-hambatan perdagangan dan kontrol modal biasanya berlindung di balik mantel ‘globalisasi.’

3. Globalisasi Sebagai Universalisasi
Dalam konsep ini, kata ‘global’ digunakan dengan pemahaman bahwa proses ‘mendunia’ dan ‘globalisasi’ merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll.
4. Globalisasi Sebagai Westernisasi atau Americanised
‘Globalisasi’ dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, di mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-determination rakyat setempat.

5. Globalisasi Sebagai Penghapusan Batas Teritorial
‘Globalisasi’ mendorong ‘rekonfigurasi geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi
semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak teritorial, dan batas-batas teritorial.’ A. Giddens (1990) mendefinisikan globalisasi sebagai ‘intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan komunitas lokal sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang jauh dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang jauh pula, dan sebaliknya.’ Dalam konteks ini,
globalisasi juga dipahami sebagai sebuah ‘proses (atau serangkaian proses) yang
melahirkan sebuah transformasi dalam spatial organisation dari hubungan sosial dan transaksi —ditinjau dari segi ekstensitas, intensitas, kecepatan dan dampaknya—yang memutar mobilitas antar-benua atau antar-regional serta jejaringan aktivitas.’

·         Dampak Globalisasi
Sebagaimana wujud dari globalisasi yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia maka dampak yang dihasilkan oleh globalisasi tidak hanya pada sistem ekonomi, komunikasi, ataupun transportasi. Namun globalisasi dipandang oleh Giddens sebagai sebuah kekuatan yang mengubah (transform) keseluruhan kehidupan sosial di zaman sekarang. Globalisasi juga berdampak pada hidup bersama, pada keluarga, bahkan pada identitas pribadi.
Dua dampak besar yang dihasilkan oleh globalisasi menurut Giddens (diambil dari
Wibowo 2000:29-32):
1. Munculnya sebuah gejala yang disebut dengan detradisionalisasi. Gejala detradisionalisasi adalah sebuah gejala dimana masyarakat mulai meninggalkan keyakinan-keyakinan tradisi yang dipegangnya. Tidak terkecuali tradisi tentang keyakinan keagamaannya. Tradisi bukan satu-satunya pegangan untuk kehidupan pada zaman sekarang. Tradisi telah kehilangan monopoli atas kebenaran. Orang tidak akan percaya begitu saja pada argumen tradisi mengatakan. Akibat dari perubahan seperti ini kemudian muncullah sebuah masyarakat yang disebut dengan sebutan post-traditional society (masyarakat pos-tradisional).
Situasi seperti ini mengundang dua cara dalam mempertahankan tradisi yaitu: cara
modern dan tradisional. Contoh paling berbahaya adalah dengan cara tradisional
yaitu bangkitnya fundamentalisme. Misalnya pada sekarang ini muncul sangat banyak gerakan-gerakan keagamaan yang cukup fundamental bahkan dengan menggunakan kekerasan untuk memperjuangkan ideologinya.
2. Gejala lain dalam globalisasi adalah social reflexivity. Manusia sekarang mengetahui banyak hal yang dipakai untuk memahami dirinya sendiri. Pengetahuan itu didapat lewat berbagai macam media: buku, majalah, koran, selebaran, TV, internet. Situasi seperti ini kemudian menghasilkan apa yang disebut clever people atau orang-orang cerdas. Orang cerdas bukan hanya karena ia mempunyai IQ tinggi tetapi karena ia tahu banyak hal. Karena orang menjadi cerdas maka jika tradisi (termasuk nilai-nilai keagamaan) tidak bisa bersaing dengan segala macam pengetahuan yang ada disekitarnya maka tradisi akan kehilangan kedudukan sentralnya.

·         Gereja Menghadapi Globalisasi
Gereja merupakan lembaga illahi yang hidup dalam dunia nyata. Ia bukan sebuah lembaga yang hidup di dunia antah berantah, ia bukan hidup di dalam dunia ilusi, ia hidup di dalam dunia nyata. Gereja bukanlah monasteri tempat para biarawan, rahib dan pertapa mengasingkan diri dari dunia, tapi ia merupakan sebuah organisme yang hidup yang harus memberi cahaya illahi di tengah-tengah berbagai perubahan di dunia. Karena itu gereja seharusnya bukan hanya menjadi lembaga pasif yang hanya menerima dampak arus globalisasi, terlebih dari itu gereja dituntut untuk secara dinamis, kreatif mewujudkan pelayanannya di pelbagai perubahan-perubahan dunia.
Gereja-gereja di Aceh Tenggara pun tak lepas dari pengaruh globalisasi. Situasi sosial dan budaya masyarakat telah mengalami banyak perubahan. Beberapa hal yang perlu disikapi oleh gereja sehubungan dengan kecenderungan-kecenderungan yang muncul dalam era globalisasi:
a. Dalam era globalisasi muncul sebuah gejala yang disebut dengan detradisionalisasi. Tradisi bukan satu-satunya pegangan untuk kehidupan pada zaman sekarang. Orang tidak akan percaya begitu saja pada argumen tradisi mengatakan. Tentu dalam hal ini termasuk segala dogma dan pengakuan iman gereja juga akan turut dipertanyakan ulang. Umat tidak begitu gampang, mudah menerima apa yang diajarkan oleh pendeta maupun pengkotbah di gereja. Sehingga sering jika kotbah yang disampaikan tidak bisa diterima oleh “nalar” jemaat, ataupun kurang sistematis sehingga sulit diterka inti berita yang dimaksudkan oleh si pengkotbah maka jemaat akan protes dengan cara mengirim SMS, dan lain sebagainya. Hal seperti ini sangat jarang ditemui barangkali sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Tentu kedepan pemimpin umat bukan hanya dituntut untuk punya kharisma tetapi juga cakap, luas dalam pengetahuannya. Maka kreativitas dan inovasi adalah tema utama untuk bisa menjadikan gereja bertahan hidup. Gereja yang tidak kreatif dan inovatif, meskipun dia cukup berhasil pada masa-masa silam maka perlahan akan ditinggalkan oleh umatnya dan akan menjadi bangunan kuno yang menyisakan kejayaan di masa lampau namun aus pada masa kini.
b. Keterbukaan dalam bidang tekhnologi menyebabkan orang bisa belajar ilmu pengetahuan dari berbagai media baik televisi, internet, majalah, koran, dan sebagainya. Keadaan ini memunculkan sebuah masyarakat yang disebut clever people. Karena warga gereja juga bagian dari masyarakat yang hidup di era globalisasi maka warga gerejapun kecenderungan akan menjadi clever people. Warga gereja bisa mempelajari berbagai ragam ilmu pengetahuan termasuk ilmu teologi dari luar gereja. Jika gereja tidak mampu menyediakan alternatif pembelajaran bagi warganya maka sangat memungkinkan mereka akan mencari ditempat-tempat lain.
c. Di sisi lain perubahan-perubahan yang cepat menerpa masyarakat akan menimbulkan suatu kegamangan dan ketidakmenentuan. Kegamangan dan ketidakmenentuan ini juga akan membuat orang justru melakukan yang sebaliknya apa yang dilakukan oleh clever people, orang-orang yang gamang dan mengalami ketidakmenentuan ini akan mencari spiritualitas-spiritualitas yang baru yang bisa mengisi kekosongan hati mereka. Tak heran jika yoga kemudian menjadi sangat diminati oleh orang-orang dari Barat, bahkan sekte-sekte baru bermunculan di negara-negara yang sering disebut dengan negara sekuler. Gereja harus menjaga semangat pietis atau kesalehannya, jangan hanya bertumpu pada pemuasan nalar tetapi juga pemuasan hati. Patricia Aburdene coauthor dari buku New York Times Best Seller Megatrends mengatakan dalam bukunya Megatrends 2010 bahwa: 78% orang berusaha akan mencari semangat tambahan sehingga menjadikan meditasi dan yoga akan berjaya (2005:XXIV).
d. Reaksi individu terhadap modernitas juga melahirkan apa yang namanya kelompokkelompok self-help. Kelompok yang didirikan oleh orang per orang dengan masalah yang sama (Wibowo 2000:34-35) atau bisa juga dengan hobi, concern yang sama. Munculah banyak kelompok-kelompok harley davidson, mio, jomblo, dan lain sebagainya. Gereja harus kreatif dan inovatif dalam mengakomodasi kepentingan umat, Vibrent Men’s Ministry (VMM), Christian Mens’ Network (CMN) menjadi salah satu contoh kelompok self-help bagi orang-orang yang mempunyai interes bersama, namun tentunya masih banyak diperlukan kelompok self-help lainnya misalnya yang mempunyai interes di politik, perjuangan Hak Asasi Manusia, musik, dan lain sebagainya. Kelompok self-help kemungkinan akan menjadi alternatif yang paling menjanjikan dalam era globalisasi. Salah satu ciri pengikat komunitas pada masa modern bukan lagi letak geografis (wilayah) namun bisa dalam wujud kantor, kelompok futsal, bulutangkis, dll. Orang yang hidup di kota besar biasanya lebih mengenal teman sekantor ketimbang tetangga sebelah. Tetangga sebelah sakit kadang-kadang kita tidak tahu tetapi jika teman dikantor sakit kita langsung bisa mengetahui.
e. Masalah yang berhubungan dengan penegakan kesejahteraan manusia, terutama yang berhubungan dengan pengatasan jurang jarak antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Masalah yang tidak terlepas dari upaya suatu bangsa untuk melakukan pembangunan diri ini, menantang Gereja-gereja untuk memikirkan secara mendalam tentang penatalayanan kristianinya, merencanakan secara matang penatalayanan tersebut, dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Beberapa waktu belakangan ini kita mendengar beberapa upaya keikutsertaan gereja melalui pendirian CU (Credit Union), Pengembangan Masyarakat (PengMas).  Hal itu pada hakikatnya merupakan upaya Gereja-gereja untuk menjawab masalah tersebut, terutama untuk menjawab kemiskinan yang hebat di negara-negara dunia ketiga di samping hutang yang bertumpuk negara-negara dunia ketiga kepada negara-negara dunia pertama. Dalam kaitannya dengan hal ini -- khususnya dengan kedudukan banyak pengusaha besar Kristen - Gereja-gereja juga mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pembinaan yang tepat dan tanggung jawab terhadap mereka agar upaya mereka baik yang bersifat lokal, regional dan nasional maupun internasional dapat juga ikut bertanggung jawab untuk menjawab hal-hal diatas.
f. Era globalisasi adalah sebuah era yang dipenuhi dengan persaingan secara ketat bukan hanya dalam bidang bisnis tetapi termasuk juga dalam gereja. Gereja yang mampu bertahan di tengah-tengah pusaran globalisasi adalah gereja yang mampu bersaing menghadapi tantangan zamannya.

Zaman terus berubah dan mengubah dirinya, maka menjadi sebuah keharusan bagi gereja untuk terus mereformasi dirinya di tengahtengah perubahan tersebut. Dengan tetap setia kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan atas gereja, gereja perlu berubah dan mengubah zaman, menjadi institusi paling terdepan dalam menyikapi tanda-tanda zaman. Gereja adalah Garam dan terang bagi dunia ini. Gereja harus mampu membawa perubahan dan menerangi kehidupan dunia yang dilingkupi oleh kekelaman. “Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” Atau gereja akan kehilangan maknanya jika ia tidak peka terhadap perubahan-perubahan di dalam dunia ini.