Memory

Memory
Rev. Sihotang

Kamis, 28 November 2013

Khotbah Minggu, 01 Desember 2013



SERMON EVANGGELIUM MINGGU 01 DESEMBER 2013
Jesaya 2 : 1-5
Oleh: Pdt. MT. Pasaribu, S.Th

Tema:
IA DATANG MENJADI HAKIM ANTARA BANGSA-BANGSA

I. Latarbelakang Sejarah Dalam Nats.
Pada masa itu kerajaan Assyur yang dipimpin oleh Sanherib semakin kuat (2 Raja 18: 13-37), dan semakin mendesak kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, seperti Aram (Syria), Efraim (Israel Utara) dan Yehuda (Israel Selatan). Pada tahun 732 SM Aram ditahlukkan, kemudian menyusul Israel Utara tahun 721 SM, sehingga tinggal Yehuda yang semakin terdesak. Dalam situasi genting itu, mereka bukannya minta pertolongan pada kuasa Tuhan tapi malah berusaha menjalin sekutu dengan bangsa sekitar.
Di kemudian hari Yehuda pun semakin terdesak dengan terkepungnya Yerusalem, tetapi pada akhirnya Assyur tidak mampu menundukkannya. Keberhasilan Yehuda ini dikatakan Yesaya bahwa itu adalah dikarenakan kuat kuasa Tuhan. Hal inilah dasar yang melatarbelakangi nubuat Yesaya dalam nats ini.

II. Penjelasan Nats
Yesaya menegaskan bahwa apa yang disampaikannya itu adalah firman yang berasal dari Tuhan, bukan buah dari pikirannya sendiri  (ayt.1). Dalam ayat 2 dituliskan, “Demikian isi firman tersebut, “Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit”. “Pada hari-hari terakhir” maksudnya bukan pada masa akhir dunia (parousia), tetapi pada suatu saat nantinya. Barangkali nubuatan Yesaya ini percis seperti yang diungkapkan Nommensen ketika memandang dari bukit Siatas Barita Tarutung, bahwa pada suatu saat nantinya akan berdiri banyak berdiri gereja di lembah Silindung.
Yesaya ingin menggambarkan pada masa mendatang akan kembali berdiri tegak rumah Tuhan di atas bukit-bukit di Yerusalem. Memang pada masa itu Rumah Tuhan masih berdiri kokoh di bukit Moria yang didirikan Salomo (II Taw 3:1). Dan Yerusalem pun masih utuh, tetapi saat itu sedang terancam oleh kerajaan Asyur. Sehingga peribadatan di sana pun terhenti dan rumah Tuhan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Meskipun demikian suasana yang terjadi, namun akhirnya Allah sendiri yang menyelamatkan Yerusalem dengan membunuh 185.000 orang Asyur di perkemahan mereka (baca II Raja-raja 19:1-37). Setelah itu rumah Tuhan dibuka kembali dan banyak orang dari bangsa-bangsa datang berduyun-duyun ke sana untuk menyembah Tuhan (ayt.2-3). Pada akhirnya semua kejahatan, ketidakadilan, dan pemberontakan yang menentang Allah dan hukumNya akan ditumpas. Dan kebenaran akan memerintah (bd. Yes 59:20-60:3,14; Yer 33:14-16; Za 2:10-12). Nubuat ini mencerminkan maksud terakhir Allah bagi Israel dan umat manusia; ini digenapi di dalam Yesus Kristus sendiri, yang menjalankan keadilan dan kebenaran di bumi (Yes 9:1-7; 11:3-5). 
Istilah gunung Sion yang dicatat dalam ayat 3 adalah tempat rumah Tuhan. Gunung itu menggambarkan kekudusanNya dimana tempat  Allah bersemayam. Di tempat ini akan ada keinginan dan kerinduan untuk bersama-sama bersekutu dengan Tuhan. Bukan hanya pergi ke sana, tetapi yang lebih penting lagi adalah untuk mendengar pengajaranNya. Sehingga mereka boleh berjalan seturut dengan jalan-jalan Tuhan (ayt.3). Sebab dari sanalah mereka akan mendapatkan firman pengajaran Tuhan untuk menjadi bekal rohani dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Kemudian dalam ayat 4 dikatakan Yesaya bahwa Tuhan itu akan menjadi hakim di antara bangsa-bangsa. Sehingga Tuhan akan mengadili setiap bangsa sesuai dengan pikiran dan perbuatan mereka masing-masing. Sikap keadilan dan sebagai hakim inilah yang mendorong Tuhan menyelamatkan Yerusalem dari serangan Assyur.  Kita tahu bahwa tugas hakim adalah membuat keputusan yang adil terhadap perselisihan dan memutuskan perkara dengan  penyelesaian damai. Allah sebagai hakim akan membawa perdamaian kepada bangsa-bangsa yang berperang, digambarkan bahwa senjata pedang akan diganti menjadi mata bajak dan tombak akan diganti menjadi pisau pemangkas (ayt.4). Artinya aktivitas perang akan berhenti kemudian akan diganti dengan aktivitas pertanian dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia.
Selanjutnya di ayat 5, Yesaya mengajak orang Yehuda sebagai keturunan Yakub, agar senantiasa berjalan dalam terang Tuhan. Mengapa harus demikian?, karena mereka adalah bangsa pilihan yang hendak dijadikan sebagai pembias sinar terangNya kepada seluruh bangsa. Ajakan ini sangat perlu, sebab bisa saja terjadi lewat ajaran Tuhan di gunung Sion itu maka bangsa-bangsa lain akan selamat, sementara bangsa Yehuda sendiri tidak. Bangsa-bangsa lain  akan hidup dalam terang Allah, bangsa Yehuda akan tinggal dalam kegelapan. Karena itulah Yesaya mengajak mereka supaya jangan sempat seperti itu yang terjadi. Mereka diajak untuk berjalan dalam terang Tuhan, artinya hidup seturut dengan kehendak Tuhan, taat kepada perintahNya dan hidup menurut jalan-jalanNya. Tidak ada bedanya bangsa Yehuda dengan bangsa-bangsa lain, sebab barang siapa yang berjalan dalam terang Tuhan akan selamat, tetapi sebaliknya bangsa manapun yang hidup dalam kegelapan akan hancur.

III. Aplikasi Nats
1.      Kehidupan orang kristen adalah bukan kehidupan yang biasa-biasa saja, tetapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dan perjuangan, bagaikan naik ke puncak gunung untuk menuju kesempurnaan. Semakin tinggi kita menaiki gunung itu (semakin kuat iman), maka semakin luaslah pandangan kita (semakin damai di hati). Biasanya orang yang punya pandangan atau wawasan luas akan semakin tenang dan bijak menghadapi aneka persoalan. Dari atas gunung itu juga pemandangan kita terhadap sebuah obyek akan berubah. Apa yang sebenarnya besar, misalnya kayu-kayu hutan di seberang namun bila dipandang dari atas gunung itu maka tampaknya akan menjadi begitu kecil. Demikian jugalah orang percaya yang kuat iman dalam menghadapi aneka pergumulan hidupnya. Sebesar apa pun persoalan yang dihadapi akan menjadi kecil atau biasa-biasa saja yang diubahkan oleh sudut pandangnya. Namun bukan dalam arti menjadi menyepelekan segala sesuatu, tetapi keyakinan atau iman kita menjadikan kita kuat dalam menghadapinya, sehingga masalah itu tidak menjadi penghalang. Sudut pandang dari atas gunung itu juga akan menciptakan keindahan, meskipun yang kita pandang itu adalah semak belukar. Demikian jugalah aneka persoalan hidup itu (semak belukar - angka na rundut i) akan kita pandang menjadi indah pada akhirnya. Pengkotbah mengatakan bahwa segala sesuatunya akan menjadi indah pada waktunya (Pengkotbah 3: 11). Orang bijak berkata bahwa setiap celaka ada hikmahnya. Selain keindahan, kesejukan oleh lambaian angin juga akan terasa di atas gunung itu. Demikianlah orang percaya yang berjalan dalam terang ajaran firman Tuhan akan merasakan kesejukan rohani dan jasmaninya.
2.      Bertolak dari damainya di rumah Tuhan (gereja), marilah kita ajak para saudara dan handai tolan, agar di sana mereka juga turut bersama-sama dengan kita mendengarkan ajaran Tuhan. Sehingga lewat pendengaran akan firman Tuhan, kerohanian kita akan semakin bertumbuh, sukacita akan menemani kita sehingga dapat merasakan indahnya hidup ini. Sebelum mendengarkan firman Tuhan, sebaiknya kita berdoa, menenangkan diri serta mendekatkan diri pada Tuhan seperti yang dilakukan orang Yehuda di gunung Sion tersebut.
3.      Tuhan itu adalah hakim yang adil di antara kita. Dialah tempat mendapatkan keadilan yang sepenuhnya yang tidak kita dapatkan dari hakim yang ada di dunia ini. Namun ada hal penting yang mesti kita lakukan, yaitu mengganti pedang dan tombak (yaitu hal yang kita pakai menyakiti atau menghancurkan kehidupan orang lain) menjadi mata bajak dan pisau pemangkas (yaitu hal-hal yang memberi kehidupan dan kesejahteraan kepada orang lain). Minggu kita kali ini adalah minggu advent yang pertama. Advent artinya penantian. Saat ini kita sedang menanti datangnya hakim dan wasit yang adil itu. Maka sambutlah Dia dalam hidupmu dengan berjalan dalam terang firman Tuhan. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu (Yes. 60:2). Amin!

IV. Nyanyian
KEBAKTIAN BHS. INDONESIA
1. 19 : 1+3+5
3. 408 : 1
5. 247 : 1 …..
7. 344 : 1 ….
2. 38 : 3+5
4. 9     : 4-5
6. 54   : 3-4




KEBAKTIAN BHS. TOBA
1. 38 : 1-3
3. 357 : 5
5. 10   : 2 ….
7. 404/31: 1 ….
2. 43 : 1-2
4. 44   : 1-2
6. 341 : 1+3


G. Titah: Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu (Yeremia 29 : 7)

Ringkoti hamu huhut hasonangan ni huta na hubahen i, jala tangiangkon hamu tu Jahowa, ai molo marhasonangan huta i, marhasonangan ma dohot hamu (Jeremia 29: 7).

Kamis, 07 November 2013

Berbagi Tips

Teknik Menulis Resensi Buku
Ditulis tanggal : 09 - 09 - 2011 | 14:41:51
*Yons Achmad. Humas FLP Pusat.

~dan…kebahagiaan akan berlipat ganda
jika dibagi dengan orang lain~

(Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)

Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.

 Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,

1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.

2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini…. begitu” setelah membaca karya resensi.

3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.

4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.

5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.

Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;

A. Tahap Persiapan

1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.

2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).

3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;

Judul Karya Resensi

Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :

B. Tahap Pengerjaan

1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.

2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;

• Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.

C. Tahap Publikasi

1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.

2. Menyertakan cover halaman depan buku.

3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.

Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.



Bahan Khotbah Minggu 10 November 2013



MINGGU XXIV DUNG TRINITATIS, 10 NOVEMBER 2013

Ev. Roma 12: 17-21

Tema : Taluhon Hajahaton Marhite Ulaon na Denggan


I. Patujolo
Nunga lam mangimbukbuk (merajalela) be pangalaho hajahaton i lam tu pudian ni ari on. Lembaga Kepolisian Indonesia (Polri) di taon 2012 pabotohon, saleleng ni taon 2012 adong do 316.500 kasus hajahaton na masa. Media Massa Tribun News mandok, ganup 1 minut 31 detik (91 detik)[1], sai adong ma sada kasus na tubu. Angka kasus on masa do i sopola marnida umur, jenis kelamin, dohot status sosialna. Holan di Indonesia dope data on dah, ndang dope tasulingkit di bangso na asing. Jala holan na dapot dirongkom dope on, ndang dope angka kasus naso dapot dirongkom ala so sahat tu na berwajib. Manatap sian on, ndang pola ra na pajolohu molo dohonon paboa hajahaton i nunga lam merajalela di portibi on.
Sian dia do mula ni hajahaton i? Di mula ni panompaon i didok, “nunga denggan situtu” (1 Musa 1: 31) saluhutna ditompa Debata. Ndang adong dosa, ndang adong hajahaton, jala ndang adong hamatean. Alai, dung dilaosi si Adam dohot si Hawa hata ni Debata, na mandok na so jadi panganonnasida parbue ni hau parbinotoan na denggan dohot na roa (1 Musa 2:17), mamungka sian on ma masa pangalaho dosa, hajahaton, parungkilon dohot nang hamatean i na manggohi portibi on. Dipangke jolma na parjolo i do “kehendak bebas” na ni lehon ni Debata mangulahon na jahat, mangalo hata ni Debata. Jadi, hajahaton i ima hatangkangon ni jolma maradophon Debata. Jala ndang tolapna be rimpas laho patupahon angka na denggan i. Debata mangidohon nasida asa masihaholongan di bagasan ngoluna, alai ndang diulahon jolma i holong. Godang do na mangulahon holong i, alai godang do tong na mangulahon hajahaton i. Marhite i do asa gabe digombarhon portibi on songon sada inganan parporangan na denggan dohot na jat, daging dohot tondi. Songon dia jala boha do hita laho manaluhon hajahaton i marhita ulaon na denggan, hombar tu ojahan ni jamitanta minggu on?. Tapaihutihut ma hatorangan na di toru on.

II. Hatorangan
Laho pamatehon api na marsigorgor, ingkon pangkeon do alo ni api i sandiri ima aek. Laos songon i do laho manaluhon hajahaton i, ingkon pangkeonta do alona ima na denggan. Molo hajahaton tabahen alo ni  hajahaton, lam marsijembur do i. Tapukkul sasahalak, kemungkinan besar secara otomatis ibana pe balik mamukkul hita do. Sialani i do umbahen dipaingot apostel Paulus huria Rom asa unang mambaloshon na jat alo ni na jat.
Somalna parbue ni na jat alo ni na jat, gabe tubu ma balas dendam. Jadi ndang na jat bahenon alo ni na jat, ai boi do gabe tubu muse na jat na imbaru. Alai ingkon na denggan i do bahenon balosna, jala ido na pinodahon ni si Paulus tu halak Rom di jamita on. Tarlumobi hatia i ia huria na di Rom, ndang holan na marharoroan sian halak Jahudi sambing, alai adong do i nang sian angka bangso na asing. Dung i muse ia halak kristen Rom mansai otik do i martimbangkon sisomba debata ganaganaan. Alai nangpe torop so sadia nasida, molo pangalaho na denggan do dihangoluhon nasida, ingkon monang do nasida maralohon siulahon na jat na mansai torop i.  
Na mangihut, diajarhon do tu nasida asa “unang marlulu; pasahat hamu ma rimas i (tu Debata), ai tarsurat do: "Di Ahu do pamaloson, Ahu pe mamaloshon, ninna Tuhan i." Paulus mambuat hata on sian jamita ni si Musa tu halak Israel (5 Musa 32:35), na mangajarhon taringot tu huaso ni Debata di portibi on, na mangatasi sude huaso na adong di portibi on. Ragam bangso dihumaliang ni halak Israel di hatihai na naeng mangago nasida marhite sangkap hajahaton. Saluhutna i ndang margogo diadopan ni Debata, ai “Jahowa do marporang humongkop hamu, asal hohom hamu” (2 Musa 14:14). Hohom lapatanna dibagasan pangoloion tu Debata na berhak laho mamaloshon i.  
Paulus manambahon muse hata ni Debata sian Poda 25:21-22, dalan laho mangalo hajahaton i marhite ulaon na denggan: male musum, lehon ibana mangan; mauas ibana, painum! Asa, molo tapatupa si songoni, “songon na pagukgukkon gara do ho tu atas uluna”. Di Padan Na Robi, laho patuduhon panololion na dihajahaton naniulana, dipatuduhon do I marhite na dibahen disimanjujungna saspiring gara ni api. Sian i ma pangantusion “songon na pagukgukkon gara do ho tu atas uluna” tujuanna: marhite patupahon na denggan alo ni hajahaton, gabe manolosoli ma angka parjahat i jala marhamubaon.

III. Impola ni Jamita
1.      Di sada tingki, rap mardalan ma Kapak, Gergaji, Martil dohot Api. Di tongan dalan so ma nasida ala adong sada bosi baja na balga mangambati dalan nasida. Dung i, ro ma si Kapak manjonoki bosi i laho menghancurkan. Alai dung piga hali, ndang boi pultak bosi i. Ujungna mundur ma Kapak i, diuduti si Gergaji ma laho mamotong bosi i. Mulakulak dicoba gergaji ndang boi, malahan gabe sega gergaji i. “Mundur ma ho” ninna si Martil ma. Sagogogogona dibahen mangantuk bosi i, alai tong do dang boi, malahan gabe sampat ma Martil i tu pudi. Saonari giliran ni Api ma. Dipajonok ma tu bosi i, marhite panas na i gabe dihungkupi ma baja i. Lambat laun bosi baja i pe boi ma gabe meleleh jala hancur. Boi ma nasida manguduti pardalananna.
Hajahaton i pe jotjot songon bosi baja i, keras, ndang tarbahen manang ise laho mangambati hajahaton i. Nunga godang aturan laho mangatasi hajahaton na masa, alai lam manggasak do hajahaton i. Nunga dibentuk KPK, alai lam mangganas do kejahatan korupsi. Nunga godang teroris di hukum mati, alai molo jaringanna tong do pe adong sahat sadarion. Aha do na salah? Na hurang karas do uhum i? Manang hurang margogo angka penegak hukum umbahen lam tu gogona hajahaton i? Dison ma ringkot sada pendekatan naimbaru bahenon di tongatonga ni keluarga nang masyarakatta, i ma : Holong! Aturan dohot peraturan i naeng ma unang mardongan kekerasan, alai naeng ma didongani holong i. Aturan na didongani kekerasan, jotjotan menghasilkan pembangkangan. Alai aturan dohot peraturan na didongani holong, laho padengganhon, anggiat menghasilkan hamubaon di jolma i gabe mangulahon na denggan i di ngoluna.
2.      Angka dongan, dimulanai hita jolma on nunga ditompa Debata mansai denggan laho mangulahon na denggan. Alai dosa mambahen hita mangulahon na jahat, ndang diharingkothon be mangulahon na denggan. Tarlumobi ma di ari na parpudi on, sahira na monang do hajahaton i maradophon angka na denggan i. Ndang mabiar be jolma i mangalaosi patik ni Debata. sipata molo nipikkiran,:”Ala na so adong i do hukuman langsung tu angka parjahat i, songon hukuman penjara manang denda sian Debata, umbahen sai marjahat i jolma on?” Jala godang do pangantusion na salah taringot tu hamubaon i, dianggap boi do haduan i. “Di ari parpudi do anon jaloon uhuman i, anon ma na marhamubaon i songon parjahat na di siamun ni Jesus”. Naeng ingotonta, ndang dung di ari parpudi i hita dinilai Debata, alai saleleng hita mangolu di portibi on, i do na gabe ujian di hita laho patupahon na denggan i. asa songon hata ni endenta, no. 248 i, didok:” Saleleng ho di tano on Patigor ma roham Paingotingot ma tongtong Nidok ni Debatam”, na mangajarhon hita asa manongtong mangulahon na denggan i dibagasan ngolunta.
3.      Manaluhon hajahaton boi do taulahon marhite na manesa dosa. Dung na malua Paus Johanes Paulus II sian usaha pembunuhan ni sahalak na marsogo roha tu hakristenon, pintor ro do Paus i mandapothon halak na manembak i tu penjara. Sude halak tarsonggot, tarlumobi ma jolma manembak i, di na ro Paus mandapothon ibana di bagasan penjara. Disi, Paus olo manesa dosa ni jolma na jahat i. Disolsoli na jahat i do dosana jala gabe marhamubaon, ndang be mangulahon na jahat. Manesa dosa ni angka na jahat, bagian sian ulaon na denggan do i laho manaluhon hajahaton. Alani, molo olo hita manesa dosa ni angka dongan na jahat tu hita, sada dalan do i tu nasida asa marhamubaon sian hajahaton na i, gabe moru bilangan ni angka parjahat.


[1] Dikutip sian www.tribunnews.com, Rabu 26 Desember 2012.