Memory

Memory
Rev. Sihotang

Minggu, 25 Agustus 2013

Bahan Khotbah Minggu




Khotbah Minggu, 01 September 2013
EV. Daniel 3:13-18
Tema Mingguan: Hanya kepada Allah saja kami menyembah
 



Pendahuluan

Kata Martir, bagi kita orang Kristen dimasa ini, dipahami sebagai seseorang yang meninggal karena imannya. Seorang yang mati Martir dapat dikatakan sebagai seseorang yang menyaksikan kebenaran dan kuasa Yesus Kristus untuk dirinya, dan juga yang membagikan kesaksian itu kepada orang lain, apapun resiko yang harus diterima. Dalam kisah para Rasul 6:5 – 8:1b, kita menemukan seorang Stefanus yang mati martir untuk mempertahankan imannya kepada Kristus, meskipun ia harus dilempari hingga mati.
Di dalam Perjanjian Lama, kita juga dapat menemukan hal yang hampir serupa dengan Stefanus. Terdapat sebuah peristiwa dimana 3 orang Yehuda yang diangkut sebagai tawanan oleh Raja Babel di paksa untuk menyangkal imannya dan mengikuti perintah dari Nebukadnezar untuk menyembah patung berhala yang ia buat. Mereka adalah:  Hananya ("Tuhan menunjukkan kasih karunia") dinamai Sadrakh ("Hamba Aku," yaitu dewa bulan); Misael ("Siapa yang setara dengan Allah?") dinamai Mesakh ("Bayangan pangeran" atau "Siapa ini?"); dan Azarya ("Tuhan menolong") dinamai Abednego ("Hamba Nego," yaitu dewa hikmat atau bintang fajar). Mereka bertiga adalah teman dari Daniel ("Allah adalah hakimku") dinamai Beltsazar ("Bel, [dewa tertinggi Babel], melindungi hidupnya"). Oleh Nebukadnezar, mereka bertiga diserahi jabatan yang tinggi, sebagai penguasa wilayah Babel (Daniel 2:49). Ini adalah identitas baru bagi mereka sebagai penduduk Babel. Namun sekalipun memperoleh nama-nama baru ini, para pemuda Yahudi ini menetapkan bahwa mereka akan tetap setia kepada Allah yang esa dan benar.
Minggu ini kita diajarkan untuk tetap menyembah Allah yang hidup, meskipun situasinya sangat sulit, seperti yang dialami oleh Sadrakh, Mesakh, Abednego.

Tafsiran

Setelah Daniel berhasil memecahkan arti mimpinya, Nebukadnezar mungkin bertindak dengan sombong karena, sebagaimana dinyatakan melalui Daniel (#/TB Dan 2:37-38*), dia menjadi kepala emas dari patung di dalam mimpinya itu. Kerajaan Nebukadnezar baru berkuasa dan untuk memperteguh persatuan banyak propinsi yang ditambahkan kepada kerajaannya, ia menuntut penyembahan patung dirinya sebagai sarana meningkatkan kesetiaan kepada dirinya. Karena itu semua orang yang tinggal di dalam daerah kekuasaannya harus menunjukkan kesetiannya kepada Nabukadnezar dengan menyembah patung yang ia buat. Semua orang melakukan perintahnya, kecuali Sadrakh, Mesakh, Abednego.  
Ancaman bagi ketidaktaatan terhadap perintah Nebukadnezar adalah ”akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala!" (3:6, 15). Mereka telah mengetahui hal tersebut, dan mereka memilih untuk tetap mempertahankan keyakinannya kepada Allah yang mereka sembah. Mereka malah memberikan kesaksian yang berani dan  sangat terus-terang tentang kesetiaan mereka kepada satu-satunya Allah yang benar. Mereka mempunyai pengharapan dan iman yang terpaut pada Dia yang adalah perlindungan dan kekuatan mereka (#/TB Mazm 46:2; 56:5*). Mereka juga tahu bahwa murka Allah terhadap dosa dan ketidaktaatan jauh lebih hebat  daripada kemarahan manusia (bd. pasal /TB Im 26:1-46; Ul 28:1-68). Jadi, sebagai ungkapan iman yang kokoh, kepercayaan mutlak dan kesetiaan penuh kepada Allah, mereka mengatakan,"seandainya Ia tidak menolong." Mereka memiliki iman yang mengandalkan dan menaati Allah tanpa menghiraukan akibat-akibatnya.

Aplikasi

1.      Setiap warga negara yang baik mempunyai kewajiban untuk mematuhi beragam peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkuasa. Secara khusus kita orang Kristen telah diajarkan untuk “takluk kepada pemerintah yang di atasnya” (Roma 13:1). Kita meyakini bahwa pemerintah di dunia yang berkuasa atas kita untuk menciptakan ketertiban. Beragam peraturan tersebut bertujuan untuk menciptakan ketertibandalam kehidupan kita. Warga negara yang baik wajib menurutinya. Namun, bagaimana jika peraturan tersebut berisikan larangan untuk beribadah kepada Tuhan? Apa yang akan kita perbuat? Apakah kita akan tetap beribadah kepada Tuhan atau tidak?
Sadrakh, Mesakh, Abednego memilih untuk tetap memuji Allah yang hidup, meskipun ancamannya adalah kematian. Demikian juga dengan banyak saudara kita yang mengalami penghambatan dalam beribadah, tetap bertahan dalam imannya. Bagaimana dengan kita yang bebas beribadah?  
2.      Nebukadnezar memberikan tawaran kepada mereka bertiga, sebelum mereka dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Jika menyembah patung, akan tetap hidup; jika tidak menyembah patung, akan mati. Ada kesempatan bagi mereka untuk lepas dari hukuman. Ada “jurus selamat” yang dapat mereka pakai untuk selamat. Misalnya, dengan berpura-pura menyembah, dengan berpura-pura murtad. Terhadap hal ini kita diingatkan oleh Rasul paulus: “Hendaklah Kasih itu jangan pura-pura!” (Roma 12:9). Kita tidak dapat berpura-pura membenci Allah padahal tidak atau sebaliknya, berpura-pura mencintai Allah padahal tidak. Itu sama saja menyangkal iman kita, seperti Petrus. Sadrakh, Mesakh, Abednego mengajar kita untuk tetap bersandar pada “Juru Selamat” kita, mengasihi Dia, meskipun itu menuntut pengorbanan dari kita.
3.      Penderitaan yang dialami dapat menjadi kesaksian sehingga orang lain menjadi percaya kepada kristus. Tentu penderitaan yang dimaksud bukanlah penderitaan yang terjadi karena kebebalan, keangkuhan kita terhadap Tuhan. Penderitaan yang dimaksud adalah karena kita hidup di jalan Tuhan. Hidup di jalan Tuhan tidak disukai oleh dunia ini, sehingga kita mendapatkan hambatan dan penderitaan. Hidup di dalam Tuhan berarti melakukan kasih. Kasih itulah hendaknya yang kita lakukan agar semua orang mengenal kita sebagai Murid-Nya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar